
Pendahuluan
Pernahkah Anda melihat tukang bangunan menggunakan perancah (scaffolding) saat mendirikan gedung? Mereka menggunakan alat bantu ini untuk mencapai bagian yang lebih tinggi dan memastikan bangunan berdiri dengan kokoh. Konsep serupa digunakan dalam dunia pendidikan, yang dikenal sebagai scaffolding dalam pembelajaran.
Metode ini membantu siswa memahami materi dengan lebih mudah melalui bimbingan bertahap dari guru. Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu scaffolding, bagaimana latar belakang munculnya metode ini, serta bagaimana cara menerapkannya dalam pembelajaran agar siswa dapat belajar secara mandiri dan efektif.
Latar Belakang Scaffolding dalam Pembelajaran
Konsep scaffolding pertama kali diperkenalkan oleh Jerome Bruner, seorang psikolog pendidikan, pada tahun 1976. Namun, gagasan ini didasarkan pada teori perkembangan kognitif Lev Vygotsky tentang Zona Perkembangan Proksimal (ZPD).
- Vygotsky menjelaskan bahwa setiap anak memiliki tiga zona dalam belajar:
- Zona yang sudah dikuasai (apa yang dapat dilakukan sendiri).
- Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) (apa yang dapat dilakukan dengan bantuan).
- Zona yang belum dapat dicapai (belum bisa dilakukan meskipun dengan bantuan).
Scaffolding membantu siswa dalam Zona Perkembangan Proksimal, di mana mereka membutuhkan bimbingan untuk memahami materi sebelum akhirnya dapat belajar secara mandiri.
Prinsip dan Cara Penerapan Scaffolding dalam Pembelajaran
- Agar scaffolding dapat diterapkan secara efektif, guru perlu memahami beberapa prinsip berikut:
- Bantuan Bertahap Guru memberikan dukungan yang cukup saat siswa baru mempelajari sesuatu, lalu menguranginya secara perlahan seiring meningkatnya pemahaman siswa.
- Interaksi dan Dukungan Aktif Siswa tidak hanya mendengarkan, tetapi juga diberikan kesempatan untuk berdiskusi, bertanya, dan mencoba sendiri dengan panduan.
- Penyesuaian dengan Kemampuan Siswa Guru perlu mengenali sejauh mana pemahaman siswa sebelum memberikan bantuan agar tidak terlalu sulit atau terlalu mudah.
- Menggunakan Berbagai Strategi Pembelajaran Scaffolding dapat diterapkan melalui berbagai cara, seperti:
Memberikan contoh (modeling).
- Bertanya untuk membimbing siswa berpikir kritis.
- Menggunakan alat bantu visual, seperti diagram atau gambar.
- Memberikan petunjuk atau kata kunci saat siswa kesulitan.
- Memberikan latihan bertahap sebelum tugas mandiri.
Contoh Penerapan Scaffolding dalam Kelas Agar lebih mudah dipahami, berikut adalah contoh penerapan scaffolding dalam pembelajaran matematika:Situasi: Siswa kelas 2 SD belajar tentang pembagian.
- Guru pertama-tama menggunakan gambar apel yang dibagi ke dalam beberapa keranjang untuk menjelaskan konsep dasar.
- Kemudian, guru memberikan contoh soal dan menyelesaikannya bersama-sama dengan siswa.
- Selanjutnya, siswa mencoba menyelesaikan soal dengan bimbingan dari guru.
- Akhirnya, siswa mengerjakan soal secara mandiri tanpa bantuan.
Dengan metode ini, siswa tidak langsung diberi tugas sulit, tetapi diberikan bimbingan secara bertahap sampai mereka mampu mengerjakan sendiri.
Manfaat Scaffolding dalam PembelajaranMetode ini memberikan berbagai manfaat, antara lain:
- ✅ Meningkatkan Pemahaman – Siswa lebih mudah mengerti konsep baru.
- ✅ Meningkatkan Kepercayaan Diri – Siswa tidak takut mencoba karena ada dukungan dari guru.
- ✅ Mengembangkan Kemandirian – Siswa belajar berpikir sendiri setelah mendapatkan bimbingan awal.
- ✅ Membantu Siswa dengan Beragam Kemampuan – Setiap siswa mendapatkan bantuan sesuai kebutuhannya.
Kesimpulan
Scaffolding dalam pembelajaran adalah strategi yang sangat efektif untuk membantu siswa memahami materi dengan lebih mudah. Dengan bimbingan bertahap, siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir mandiri dan lebih percaya diri dalam belajar. Sebagai pendidik, menerapkan scaffolding dengan cara yang tepat akan sangat membantu siswa mencapai potensi terbaik mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan cerdas sebagai makhluk yang mulia!